Artikel Ilmiah

 

 

 

 

 

HOME

 

TEKNIK PENELITIAN KUALITATIF


M. Sutarno, S.Si

 

Secara umum ada tiga teknik yang digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu : observasi, wawancara/interview, dan analisis dokumen.

OBSERVASI  (Pengamatan)
Beberapa pertanyaan penelitian dapat dijawab dengan baik melaui pengamatan bagaimana orang-orang bertindak atau bagaimana mereka terlihat. Sebagai contoh, peneliti bisa saja mewawancarai guru tentang bagaimana siswa-siswanya bertindak/berprilaku selama mereka melakukan diskusi kelas, tetapi gambaran tentang aktivitas mereka akan lebih akurat jika diamati langsung selama kegiatan diskusi. Tingkat keikutsertaan pengamat penting dipertimbangkan. Raymond Gold telah mengidentifikasi empat peran berbeda yang dapat dilakukan oleh peneliti :

Ketika seorang peneliti mengambil peran sebagai complete participant dalam kelompok, identitasnya tidak diketahui oleh individu yang diamati.  Peneliti berinteraksi dengan anggota kelompok secara alami untuk memperoleh semua maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Peneliti mungkin berperan selama setahun sebagai seorang guru dalam sebuah kelas dan menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawabnya sebagai bagian dari peran tesebut, tetapi tidak mengungkapkan kepada  siswa bahwa dia juga seorang peneliti. Tetapi, sebagaimana  telah disebutkan di atas bahwa  pengamatan rahasia seperti itu  dapat dikatakan kurang etis. Ketika peneliti memilih peran sebagai participan – as – observer, peneliti berpartisipasi secara penuh dalam aktivitas-aktivitas kelompok yang diteliti, juga menjelaskan bahwa dia adalah peneliti yang sedang melakukan  penelitian. Sebagai contoh, peneliti menceritakan kepada anggota sekolah bahwa ia adalah seorang peneliti dan berniat untuk mendeskripsikan  secara tepat dan  menyeluruh tentang  apa yang terjadi dalam sekolah tersebut selama setahun. Ketika seorang peneliti memilih peran sebagai observer-as-participant, dia mengidentifikasi dirinya sebagai peneliti, tetapi tidak berpura-pura menjadi anggota kelompok yang dia amati. Suatu contoh, seorang profesor universitas yang tertarik pada apa yang terjadi di dalam sebuah sekolah di pusat kota. Peneliti mungkin melakukan suatu rangkaian wawancara dengan guru di sekolah, melakukan kelas kunjungan, menghadiri pertemuan-pertemuan sekolah dan melakukan negosiasi kolektif (collective bargaining negotiations), berdialok dengan komponen utama (principals) dan pengawas, dan berdialok dengan siswa, tetapi peneliti tidak ambil bagian dalam aktivitas  kelompok. Secara esensi peneliti tidak menyembunyikan fakta bahwa dia adalah seorang pengamat yang sedang melakukan penelitian. Terakhir, peran peneliti sebagai complete observer, peran ini merupakan kebalikan dari peran complete participant. Peneliti mengamati aktivitas suatu kelompok tanpa menjadi peserta dalam  aktivitas itu. Subjek pengamatan mungkin menyadari atau tidak menyadari bahwa mereka sedang diamati/diteliti. Sebagai contoh : seorang peneliti yang mengamati aktivitas sehari-hari di dalam kantin sekolah (a school lunchroom). Masing-masing peran di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dalam perannya sebagai complete participant, kemungkinan peneliti akan  banyak mendapatkan gambaran sebenarnya terhadap aktivitas kelompok dibandingkan dengan peran yang lainnya, tetapi secara etika pengamatan rahasia ini dirasa kurang etis. Dalam peran sebagai complete observer, kemampuan peneliti untuk dapat mempengaruhi tindakan kelompok yang sedang diteliti sangatlah sedikit dibandingkan peran yang lainnya. Dalam perannya sebagai participant-as-observer, karena peneliti berpartisipasi sebagai  anggota kelompok yang sedang diteliti, ia mempunyai pengaruh  (sering menjadi hal penting) pada apa yang dilakukan oleh kelompok.

INTERVIEW (Wawancara)
Metode kedua yang sangat penting digunakan oleh peneliti kualitatif adalah melakukan wawancara/interview pada individu yang telah dipilih menjadi responden. Wawancara (yaitu, bertanya secara hati-hati dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan) adalah suatu cara penting bagi seorang peneliti untuk memeriksa ketelitian, untuk memverifikasi kembali kesan yang diperoleh peneliti melalui pengamatan. Menurut Fetterman, wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang paling utama bagi seorang peneliti kualitatif. Tujuan mewawancarai orang adalah untuk menemukan apa yang ada dibenak orang tersebut, apa yang mereka pikirkan atau bagaimana mereka merasakan tentang sesuatu.  Sebagaimana Patton telah berkata :
”Kita mewawancarai orang untuk menemukan hal-hal yang tidak bisa kita amati secara langsung dari orang tersebut. Isu bukanlah data penelitian yang diinginkan, valid, atau lebih  berarti dibanding data laporan diri. Faktanya adalah bahwa kita tidak bisa mengamati segalanya. Kita tidak bisa mengamati perasaan, pemikiran, dan niat seseorang. Kita tidak bisa mengamati perilaku yang terjadi ditempat dan waktu sebelumnya. Kita tidak bisa mengamati situasi pada suatu tempat dan waktu yang menghalangi kehadiran pengamat. Kita tidak bisa mengamati bagaimana orang telah mengorganisir dunia dan maksud yang menyertainya pada apa yang terjadi di dunia. Kita harus bertanya kepada orang lain melalui pertanyaan-petanyaan tentang pikiran mereka itu”.

Ada empat tipe wawancara, yaitu wawancara tersusun (terstruktur), semi-tersusun (semi-terstruktur), informal, dan retrospektif. Walaupun keempat tipe wawancara tersebut sering digabung satu sama lain, berikut akan diuraikan secara terpisah dalam rangka memperjelas perbedaan dari keempat tipe wawancara tersebut. Wawancara tersusun dan semi-tersusun berbentuk  pertanyaan lisan. Lain dengan wawancara formal, yang terdiri dari satu rangkaian pertanyaan yang dirancang untuk menimbulkan jawaban spesifik dari responden. Peneliti sering menggunakan wawancara tersusun dan semi tersusun untuk memperoleh informasi dari kelompok responden tertentu yang kemudian dibandingkan dengan informasi yang dieperoleh dari kelompok responden lainnya. Sebagai contoh, seorang peneliti tertarik pada bagaimana perbedaan karakteristik guru di sekolah pusat kota dan karakteristik guru di pinggiran kota,  mungkin peneliti akan melakukan wawancara yang terstruktur (yaitu, menanyakan satu set pertanyaan yang tersusun) dengan suatu kelompok guru sekolah menengah pusat kota untuk memperoleh informasi latar belakang pendidikan mereka, kecakapan mereka, pengalaman mereka sebelumnya, aktivitas mereka di luar dan di dalam sekolah. Data ini kemudian dibandingkan dengan data yang sama yaitu, jawaban atas pertanyaan yang sama yang diperoleh dari kelompok guru yang mengajar di daerah pinggiran kota. Wawancara tersusun dan semi-tersusun akan lebih baik bila dilakukan pada akhir penelitian, hal ini bertujuan untuk membentuk respon terhadap persepsi peneliti pada hal-hal yang telah berhasil diamati. Peneliti melakukan wawancara untuk memperolehan informasi yang digunakan untuk  menguji suatu hipotesis spesifik yang dimaksudkan oleh peneliti. Wawancara informal sedikit lebih formal dibandingkan dengan  wawancara tersusun atau semi-tersusun. Wawancara informal dilakukan menyerupai peristiwa percakapan yang tidak disengaja antara peneliti dan responden. Wawancara  ini adalah tipe wawancara yang paling umum dalam penelitian kualitatif. Tidak melibatkan urutan atau jenis pertanyaan spesifik atau format tertentu dalam bertanya. Tujuan utama dari  wawancara informal adalah untuk menemukan apa dan bagaimana pikiran serta pandangan seseorang terhadap sesuatu dibandingkan dengan orang lain. Walaupun pada awalnya tampak mudah untuk dilakukan, wawancara informal ini mungkin lebih sulit dilakukan dengan baik bila  dibandingkan dari semua tipe wawancara. Masalah etika tampak dengan seketika. Peneliti sering harus membuat keputusan sensitif dalam wawancara informal. Sebagai contoh, pertanyaan apa yang harus diunakan untuk menggali informasi yang bersifat pribadi? Seberapa luas/dalam yang  perlu peneliti gali tentang bagaimana individu merasakan sesuatu? Kapan waktu yang lebih sesuai untuk menyelidiki tanggapan individu lebih lanjut? Bagaimana peneliti membentuk suatu suasana keakraban dalam wawancara dan dalam waktu yang sama berusaha untuk mempelajari tentang kehidupan responden? Walaupun wawancara informal menawarkan tipe situasi yang lebih alami dalam proses koleksi data, selalu ada beberapa tingkat kecerdasan/kemahiran yang harus dihadirkan disemua jenis/tipe wawancara. Seorang pewawancara yang mahir akan memulai dengan pertanyaan-pertanyaan ringan/pembuka (nonthtreatening questions) untuk memposisikan seorang responden dalam keadaan santai/lancar sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih pribadi dan berpotensi pada pertanyaan-pertanyaan ancaman/pertanyaan yang  tidak disukai (threatening questions). Untuk memperoleh data yang akurat, dalam suatu wawancara, peneliti harus selalu berusaha menciptakan atmosfir kepercayaan, kooperatif, dan rasa saling menghormati selama proses wawancara berlangsung. Perencanaan dan bertanya dengan pertanyaan yang baik, kemampuan mengembangkan dan memelihara suatu atmospir kepercayaan timbal balik dan rasa saling menghormati, adalah suatu seni wawancara yang harus dikuasi oleh seorang peneliti yang berkompeten dalam penelitian kualitatif Wawancara restrospektif (restrospective interview) dapat berupa wawancara tersusun, semi-tersusun, atau informal. Seorang peneliti yang melakukan suatu wawancara retrospektif mencoba untuk menggali responden untuk mengingat dan merekonstruksi kembali terhadap suatu memori yang telah terjadi di masa lalu. Wawancara retrospektif merupakan tipe wawancara yang paling sedikit diminati dari keempat tipe wawancara lainnya untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat dipercaya.

Jenis Pertanyaan Wawancara
Patton telah menemukan enam jenis pertanyaan dasar yang dapat digunakan dalam pertanyaan wawancara. Semua  pertanyaan ini  boleh jadi ditanyakan selama wawancara. Enam jenis pertanyaan tersebut  adalah :
(1) pertanyaan latar belakang atau pertanyaan demografis,
(2) pertanyaan pengetahuan,
(3) pertanyaan perilaku atau pengalaman;
(4) pertanyaan pendapat atau pertanyaan penilaian;
(5) pertanyaan perasaan dan
(6) pertanyaannya yang berhubungan dengan pengalaman pancaindera
Pertanyaan latar belakang atau pertanyaan demografis adalah jenis pertanyaan tentang karakteristik latar belakang responden. Peneliti memasukkan pertanyaan tentang pendidikan, jabatan sebelumnya, umur, pendapatan, dan semacamnya. Pertanyaan pengetahuan (knowledge questions) adalah pertanyaan peneliti untuk menemukan informasi berdasarkan fakta apa yang dimiliki responden (dibandingkan dengan pendapat, kepercayaan, dan sikap mereka). Dalam pertanyaan pengetahuan tentang suatu sekolah, sebagai contoh, mungkin peneliti memasukkan pertanyaan tentang macam-macam mata pelajaran yang tersedia untuk siswa, tingkat kebutuhan, jenis aktivitas ekstrakurikuler yang disediakan, aturan sekolah, kebijakan pendaftaran, dan sebagainya. Dari perspektif kualitatif, apa yang peneliti ingin temukan adalah apa yang responden informasikan berdasarkan fakta (sebagai lawan sikap atau kepercayaan). Pertanyaan pengalaman atau perilaku (experience or behavior questions) adalah pertanyaan seorang peneliti untuk menemukan apa yang sedang atau telah responden lakukan. Tujuannya adalah untuk menguraikan pengalaman, perilaku, atau aktivitas yang tidak dapat diamati peneliti. Contoh, mungkin peneliti memasukkan pertanyaan : "Jika saya berada dalam kelas anda pada semester lalu, hal apa yang seharusnya saya perbuat?" atau "Jika suatu hari saya harus mengikuti anda ke sekolah, pengalaman apa yang saya dapatkan dari sesuatu yang anda lakukan?" Pertanyaan pendapat atau menilai (opinion or values questions) adalah pertanyaan peneliti untuk menemukan apa yang orang pikirkan mengenai beberapa topik atau masalah tertentu. Jawaban pertanyaan seperti itu menuntut perhatian responden (responden’s goals), kepercayaan, sikap, atau nilai-nilai. Contoh mungkin memasukkan pertanyaan seperti, "Apa pendapat anda tentang kebijaksanaan baru mengenai ketidakhadiran?" atau "Apa yang anda senangi terhadap perubahan dalam kelas sejarah U.S anda? Pertanyaan perasaan (feelings questions) adalah pertanyaan seorang peneliti untuk menemukan bagaimana responden merasakan tentang sesuatu. Mereka diarahkan untuk memberikan tanggapan secara emosional mengenai pengalaman mereka. Contoh,  mungkin peneliti memasukkan pertanyaan seperti "Bagaimana perasaan anda tentang tindakan siswa di sekolah ini?" atau "Seberapa besar ketertarikan anda pada  olahraga?" Pertanyaan perasaan dan pendapat (feelings and opinion questions) sering membingungkan. Sangat penting bagi seseorang yang ingin menjadi  pewawancara mahir untuk dapat membedakan antara dua jenis pertanyaan tersebut (pertanyaan perasaan dan pendapat). Untuk menemukan bagaimana seseorang merasakan suatu permasalahan tidaklah sama dengan menemukan pendapat (opini) tentang permasalahan itu. Pertanyaan, "Bagaimana menurut anda (apa opini anda) tentang pekerjaan rumah sebagai kebijakan guru anda?" meminta opini responden tentang apa yang responden pikirkan terhadap kebijakan itu. Pertanyaan, " Bagaimana perasaan anda (apa yang anda sukai atau tidak anda sukai) tentang kebijakan pekerjaan rumah guru anda?", pertanyaan ini meminta penjelasan bagaimana responden merasakan tentang (sikapnya) kebijakan itu. Keduanya jelas meminta informasi yang berbeda, walaupun tampak agak serupa. Pertanyaan yang berkaitan dengan pancaindera (sensory questions) adalah pertanyaan seorang peneliti untuk menemukan apa yang responden telah lihat, dengar, rasa, cium, atau sentuh. Contoh pertanyaan, "kapan anda masuk kelas, apa yang anda lihat?" atau "Apakah guru anda sering bertanya kepada anda di kelas?" Walaupun pertanyaan jenis ini bisa digunakan sebagai pertanyaan perilaku atau pengalaman, tetapi pertanyaan seperti ini sering dilewatkan oleh peneliti selama melakukan wawancara.

Perilaku Pewawancara.
Sebuah harapan yang harus dilakukan dalam proses wawancara. Fetterman telah mengidentifikasi sejumlah unsur-unsur umum yang harus dilakukan pada semua wawancara:

  1. Menghormati kultur kelompok yang sedang dipelajari. Sangat mungkin seorang peneliti/pewawancara bersikap tidak sensitif, sebagai contoh, seorang peneliti memakai pakaian mahal selagi pelaksanaan wawancara dengan orang miskin (anak-anak muda) di suatu sekolah menengah pusat kota. Tentu saja, seorang peneliti mungkin sekali-kali melakukan kecerobohan dengan tak hati-hati, tetapi kebanyakan hal seperti itu masih dapat ditolelir.  Suatu tradisi dan nilai-nilai kelompok tidak dapat diabaikan, bagaimanapun hal ini dapat menghalangi usaha peneliti untuk memperoleh informasi yang sah dan dapat dipercaya.
  2. Menghormati individu yang sedang diwawancarai. Mereka yang setuju untuk diwawancarai (menjawab pertanyaan peneliti) telah meluangkan waktunya yang mungkin akan digunakan di tempat lain, sehingga sutau wawancara harus tidak dipandang sebagai suatu kesempatan untuk mengkritik atau mengevaluasi gagasan atau tindakan orang yang sedang diwawancarai, melainkan menjadi suatu kesempatan untuk mempelajari orang yang sedang diwawancarai. Seorang guru kelas, seorang siswa, guru BP, penjaga sekolah, semua memiliki pekerjaan yang harus dilakkan, dan karenanya tiap peneliti harus berusaha sebaik mungkin untuk tidak mengganggu waktu kerja mereka. Peneliti harus mengawali dan mengakhiri wawancara sesuai waktu yang dijadwalkan. Lebih lanjut, peneliti perlu memahami isyarat yang diberi oleh orang yang sedang diwawancarai. Fetterman menunjukkan bahwa "mengulangi kerlingan sambil melihat arloji adalah suatu isyarat bahwa waktu sudah habis. Memakai kacamata (yang sebelumnya tak dipakai) menunjukkan sebuah kebingungan, atau ketidaksabaran atau kemarahan menunjukkan bahwa terdapat kesalahan pada pertanyaan angket/kuisioner yang diberikan. Bisa jadi responden merasa bosan, atau merasa dihina melalui peranyaan kuisioner tersebut. Kesalahan umum yang biasa terjadi adalah peneliti menghabiskan banyak waktu untuk berbicara dan tidak cukup waktu untuk mendengar dari responden, tidak berhasil membuat pertanyaan yang jelas dan membuat suatu pertanyaan/komentar yang tidak sensitif”.
  3. Dilakukan secara alami. " Kelakuan anak remaja tidak menunjukkan tingkat keyakinan dirinya, jika wawancara tidak dilakukan secara alami hal ini hanya membuat mereka curiga". Penipuan dalam berbagai bentuk tidak boleh dilakukan dalam wawancara .
  4. Menanyakan pertanyaan yang sama dengan cara yang berbeda.Ini memungkinkan peneliti untuk memeriksa pemahaman orang yang diwawancarai dan memberi tempat baru pada topik yang sedang dibahas.
  5. Meminta orang yang diwawancarai untuk mengulangi jawaban atau pendapat ketika terdapat beberapa keraguan tentang suatu komentar.Ini dapat merangsang diskusi saat wawancara.
  6. Mengubah siapa yang mengendalikan arus komunikasi.. Secara formal, dalam struktur wawancara, penting bagi peneliti untuk mengendalikan pertanyaan dalam suatu diskusi. Dalam wawancara informal, pada tahap awal dari suatu wawancara, peneliti sebaiknya membiarkan orang yang sedang diwawancarai untuk banyak berbicara dalam rangka menetapkan suatu kepercayaan dan kerjasama.
  7. Mempelajari bagaimana cara menunggu. Diam adalah suatu strategi berharga yang dipakai dalam wawancara tersusun atau tidak tersusun. Peneliti harus belajar untuk bersabar dan tidak menyela ketika orang yang diwawancarai tidak langsung menjawab setiap pertanyaan. Hal ini diperlukan untuk membiarkan orang yang diwawancarai sedikit berpikir sebelum memberikan jawaban atau tanggapan.

Kunci-Actor wawancara.
Seseorang dalam kelompok tertentu lebih memberi informasi tentang kultur dan sejarah kelompoknya dibanding orang yang lain. Setiap individu dalam kelompok tersebut  secara tradisional disebut informan kunci (key informants), merupakan sumber informasi yang utama. Fetterman lebih menyukai istilahi aktor kunci untuk menguraikan individu seperti itu untuk menghindari stigma yang bertentangan dengan kata "informan". Aktor kunci merupakan individu yang berpengetahuan khusus dan merupakan sumber informasi yang sempurna. Mereka sering dapat memberikan informasi terperinci tentang masa lalu kelompok dan  kejadian-kejadian saat ini dan hubungannya dengan nuansa sehari-hari secara detail, yang mungkin tidak dapat diberikan oleh orang lain. Mereka memberikan informasi yang mendalam yang sering tidak ternilai bagi seorang peneliti. Seorang aktor kunci merupakan sebuah sumber informasi berharga. Maka, peneliti harus meluangkan banyak waktu untuk mencari dan membangun kepercayaan dengan individu ini. Informasi yang mereka sediakan dapat bertindak sebagai alat cross-cek pada data yang diperoleh dari wawancara lain, dari pengamatan dan dari analisa dokumen. Sesuatu yang juga harus direnungkan peneliti terhadap  seorang aktor kunci adalah bahwa tidak semua aktor kunci mampu memberikan informasi seperti yang diinginkan oleh peneliti.  Inilah alasan kenapa seorang peneliti harus mencari berbagai sumber informasi di dalam penelitiannya.

ANALISA DOKUMEN
Analisa dokumen hanyalah nama lain dari analisis tulisan atau analisis terhadap isi visual dari suatu dokumen.  Buku teks, essay, surat kabar, novel, artikel, majalah, buku resep, pidato politik, iklan, gambar nyata, dan isi dari hampir setiap jenis komunikasi visual dapat dianalisa dengan berbagai cara. Kesadaran setiap orang atau kelompok, sikap, nilai-nilai, dan gagasan juga dapat diungkapkan dalam dokumen yang dihasilkan. Misalnya peneliti tertarik  pada ketepatan gambaran atau konsep yang diperkenalkan dalam teks bahasa Inggris sekolah menengah. Peneliti ingin mengetahui apakah tulisan atau isi visual dalam buku ini juga bias dalam berbagai hal, jika demikian bagaimana (apa yang harus dilakukan?). Dia memutuskan melakukan suatu analisa isi untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan ini. Peneliti pertama kali harus merencanakan bagaimana cara memilih dan mengambil isi buku yang ada untuk dianalisis. Peneliti harus mengembangkan kategori yang bersangkutan untuk mengidentifikasi apa yang peneliti pikir penting dan kemudian membandingkan kategori ini diantara berbagai buku teks yang sedang diteliti. Ini adalah inti persoalan analisis dokumen dengan tepat sebagai aspek yang mungkin dari suatu isi dokumen yang diperiksa dan kemudian merumuskan kategori yang relevan yang digunakan peneliti lain untuk menguji materi yang memiliki esensi dan proporsi sama. Coba kita bayangkan peneliti memutuskan untuk melihat secara khusus bagaimana konsep wanita diperkenalkan dalam teks ini. Peneliti pertama kali harus memilih sampel (buku teks) untuk dianalisis yaitu mana teks yang harus dibaca (dalam hal ini, barangkali menggunakan semua buku teks pada tingkatan tertentu dalam sekolah di daerah tertentu). Kategori kemudian dapat dirumuskan. Bagaimana wanita-wanita digambarkan? Ciri apa yang mereka miliki? Bagaimana dengan fisik, emosional, dan karakteristik sosial mereka? Pertanyaan ini menyarankan analisa kategori yang pada gilirannya dapat dibagi ke dalam kode unit-unit yang lebih kecil sebagai berikut :
Fisik                Emosional                      Sosial
Pakaian           Keramahan                   Ras/suku
Ukuran            Keterkucilan           .....Agama dll                                           

Setiap lembar dikode dalam lembar tally, data dalam setiap kategori yang berhasil diidentifikasi dalam setiap unit dipilih untuk dianalisis, selanjutnya dibuat perbandingan. Setiap unit dapat berupa entitas  seperti kata-kata, kalimat, hukum, paragraf, bab, tema, contoh, latihan, dan pertanyaan. Jika analisa  didasarkan hanya pada satu contoh unit, sampel harus dipilih secara random tetapi tetap representative. Manfaat utama dari analisa dokumen tidak menonjol. Seorang peneliti dapat melakukan observasi tanpa harus berlaku sebagai seorang pengamat, karena isi yang dianalisa tidak dipengaruhi oleh kehadiran peneliti. Informasi yang mungkin sulit atau bahkan mustahil untuk diperoleh melalui pengamatan langsung dapat diperoleh melalui  analisa buku teks atau materi komunikasi lainnya yang tersedia tanpa penerbit atau pengarang mengetahui bahwa  buku teks tersebut sedang diuji/diteliti.

 

Kembali ke Daftar Judul Tulisan Online

 

Created By M.Sutarno@2009, email : nelan_indah@yahoo.com

Free Web Hosting